1.1 Latar
Belakang
Mikroba merupakaan makhluk hidup yang
berukuran mikroskopis, sehingga hanya dapat diamati bentuknya melalui
mikroskop. Bakteri dan fungi merupakan jenis mikroba yang dibedakan atas bentuk
selnya, dimana bakteri merupakan sel prokaryotik, sementara fungi termasuk
eukaryotik. Kedua jenis mikroba tersebut memiliki ciri-ciri makhluk hidup
seperti dapat bermetabolisme, proses metabolisme mikroba digunakan dalam pertumbuhan,
perkembangan, dan reproduksi selnya (Campbell dkk., 2002).
Sel mikroba sama seperti dengan sel pada
makhluk hidup pada umumnya, yaitu memiliki fungsi yang struktural dan
fungsional. Sel mikroba dapat pula berfungsi secara fisiologis dan hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor lingkungan pertumbuhannya . Faktor – faktor lingkungan seperti adanya aktivitas air
termasuk di dalamnya tekanan osmotik, kadar keasaman (pH), kadar oksigen yang
tersedia, dan bahkan adanya zat-zat kimia tertentu dapat mempengaruhi proses
fisiologis yang terjadi di dalam sel mikroba, dimana pada kadar tertentu dapat
menghambat pertumbuhan mikroba (Lund dkk., 2000). Praktikum ini penting
dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroba baik secara fisiologis maupun resistansinya terhadap bahan – bahan
kimia.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada praktikum ini adalah:
1.
Bagaimana
pengaruh kadar pH, tekanan osmotik, dan bahan – bahan kimia (antibiotik dan
logam berat) terhadap pertumbuhan dan resistansi mikroba?
2.
Bagaimana
sifat mikroba berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1.
Mengetahui
pengaruh kadar pH, tekanan osmotik, dan bahan – bahan kimia (antibiotik dan
logam berat) terhadap pertumbuhan dan resistansi mikroba.
2.
Mengetahui
sifat mikroba berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen.
1.4
Manfaat
Hasil
dari praktikum ini dapat digunakan sebagai data untuk keperluan analisis
dendogram data fenotip mikroba pada praktikum selanjutnya. Selain itu, hasil
praktikum ini juga menambah pengetahuan tentang lebih banyak faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Manfaat lainnya adalah mengetahui bahwa
mikroba dapat melakukan metabolismenya pada kondisi tertentu sesuai kemampuan mikroba
tersebut untuk bermetabolisme pada lingkungan yang berbeda.
2.1
Karakteristik Fisiologis
2.1.1
Pengaruh pH terhadap Mikroba
Kadar
pH dapat mempengaruhi sel mikroba khususnya pada sel bakteri yang cenderung
lebih sensitif terhadap kondisi lingkungannya. Bagian sel yang mendapatkan
pengaruh kadar pH secara langsung adalah mantel/selubung/envelopes sel kemudian dampaknya akan bereaksi terhadap
makromolekul di dalam sel seperti lipopolisakarida, membran sitoplasma, dan
permukaan lapisan protein. Pengaruh perubahan pH lingkungan pada mikroba
khususnya sel bakteri adalah dapat menyebabkan distribusi pertumbuhan
mikrobanya menyebar atau berbeda letak pertumbuhan koloninya, pembelahan sel
tidak sempurna, perubahan adhesi, membran sitoplasmanya terlarut, dan yang
paling utama adalah mempengaruhi metabolisme selnya (Lengeler dkk., 2000).
Pengaruh
kadar perubahan pH terhadap mikroba dapat diketahui dengan menggunakan indikator pH. Indikator pH biasanya
diletakkan di dalam media pertumbuhan mikroba yang digunakan untuk mengetahui
perubahan pH selama proses pertumbuhan berlangsung. Indikator pH yang digunakan
langsung pada media biasanya berupa zat warna dasar yang dapat mengalami
perubahan warna melalui proses protonasi/deprotonasi. Contoh dari indikator pH
dari zat warna dasar adalah bromtimol biru, methyl
red, dan thymol blue dimana akan
berubah warna menjadi kuning dalam kondisi asam (Lengeler dkk., 2000).
2.1.2
Pengaruh Tekanan Osmotik terhadap Mikroba
Pertumbuhan
pada sel mikroba dapat dipengaruhi oleh gaya atau tegangan yang terjadi akibat
adanya air yang berdifusi melalui membran sel. Gaya akibat adanya air yang
berdifusi melalui membran sel yang dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut di
dalam air disebut sebagai tekanan osmotik. Konsentrasi zat terlarut tersebut
disebabkan oleh adanya zat –zat yang terlarut di dalam air, contohnya adalah
garam, gula, dan zat lain yang terlarut dalam cairan (Sumbali dan Mehrotra,
2009).
Kondisi
dimana konsentrasi zat terlarut di luar dan di dalam sel memiliki konsentrasi
yang sama disebut sebagai kondisi isotonis atau seimbang sehingga tidak terjadi
pergerakan molekul air sehingga sel tidak membengkak ataupun menyusut. Namun,
apabila sel mikroba memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih sedikit
dibandingkan konsentrasi zat terlarut di luar selnya, maka kondisi tersebut
disebut hipertonis, sehingga air akan bergerak keluar melalui membran
sitoplasma dan sel akan menyusut atau
plasmolisis. Sementara itu, kondisi dimana konsentrasi zat terlarut di dalam
sel mikroba lebih tinggi dibandingkan di luar selnya maka disebut hipotonis,
air akan bergerak masuk ke dalam sel mikroba, sehingga selnya akan mengalami
pembengkakan atau plasmoptysis (Srivastava dan Srivastava, 2003).
Konsentrasi
zat terlarut yang optimum merupakan banyaknya zat terlarut dalam air yang dapat
digunakan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan sel secara optimal. Mikroba
yang dapat hidup dan tumbuh pada lingkungan yang memiliki konsentrasi zat
terlarut tinggi disebut osmotoleran, contohnya bakteri Staphylococcus aureus dan khamir Saccharomyces rouxii. Sementara itu, ada beberapa jenis mikroba
yang bersifat osmofilik, dimana mikroba tersebut membutuhkan lingkungan
pertumbuhan dengan konsentrasi zat terlarut sangat tinggi untuk proses
pertumbuhannya, contohnya Xeromyces (Sumbali
dan Mehrotra, 2009).
2.1.3
Kebutuhan Mikroba terhadap Oksigen
Oksigen
merupakan salah satu zat dimana ada atau tidaknya di suatu lingkungan
pertumbuhan mikroba merupakan hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba
tersebut. Beberapa jenis mikroba melakukan proses metabolisme berbeda
bergantung pada kondisi konsentrasi oksigen yang ada di lingkungannya. Mikroba
yang dapat tumbuh dengan adanya oksigen di atmosfer disebut dengan mikroba
aerob contohnya adalah alga, fungi, dan beberapa bakteri dan protozoa, mikroba
aerobik sangat bergantung pada adanya oksigen untuk dapat membantu
pertumbuhannya dan disebut sebagai aerobik obligat (Sumbali dan Mehrotra,
2009).
Mikroba
yang termasuk dalam kelompok anaerobik merupakan mikroba yang tidak membutuhkan
oksigen bebas dan memiliki tingkat toleransi terhadap adanya oksigen dalam
jumlah yang berbeda pada setiap organisme. Sementara itu, anaerobic
fakultatif tidak membutuhkan oksigen
untuk tumbuh, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik apabila ada oksigen. Adanya
oksigen pada lingkungan pertumbuhan bakteri anaerobic fakultatif menyebabkan
bakteri tersebut melakukan penukaran antara proses respirasi aerobik dengan
fermentasi, contoh bakterinya adalah Escherichia
coli atau bakteri yang hidup di usus (Sumbali dan Mehrotra, 2009).
2.2
Karakteristik Resistensi terhadap Bahan Kimia
Proses
pertumbuhan maupun metabolisme mikroba dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
lain seperti bahan – bahan kimia tertentu. Salah satu bahan kimia yang sering
digunakan untuk karakterisasi bakteri melalui uji gram yaitu kristal violet
memiliki dampak terhadap pertumbuhan mikroba. Zat warna tersebut dapat
digunakan sebagai antiseptik, dimana dalam konsentrasi yang rendah dapat
menjadi inhibitor bagi pertumbuhan bakteri gram positif tetapi dampaknya tidak
terlalu besar bagi bakteri gram negatif, sementara itu zat warna yang
menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif contohnya adalah acriflavine dan proflavine (Aneja, 2003).
Bahan
kimia lain yang dapat mempengaruhi proses metabolisme dan pertumbuhan mikroba
adalah antibiotik. Seperti halnya fungsi zat pewarna yang dapat menjadi
antibiotik atau inhibitor pada pertumbuhan mikroba. Antifungal atau antibiotik
contohnya adalah nystatin, amphotericin, dan griseofulvin merupakan
antrimikroba yang berfungsi dengan cara melakukan peningkatan terhadap
pemeabilitas sel di fungi dan sel hewan yang memiliki sterol di membran
sitoplasmanya (Soni, 2007).
Komentar