1.1 Dasar Teori
Sel merupakan struktur dasar dari makhluk hidup yang paling kecil tetapi sudah kompleks dan fungsional. Tubuh dari makhluk hidup kecuali virus, memiliki organisasi sel yang terdiri dari banyak sel. Makhluk hidup yang hanya memiliki satu sel disebut sebagai uniseluler, contohnya adalah bakteri. Sementara itu, makhluk hidup yang memiliki banyak sel disebut sebagai makhluk hidup multiseluler(Chauhan,2008).
Tipe dari sel menjadi dasar pembagian sel secara prokariotik dan eukariotik. Prokariotik merupakan sel yang sangat primitif dan memiliki struktur internal yang sederhana. Hal tersebut dikarenakan sel prokariotik yang tidak dilengkapi dengan nukleus atau membran terikat lainnya, struktur internal sel prokariotik hanya terdiri atas dinding sel, membran plasma, sitosol, ruang kosong, ER, ribosom, dan penyimpanan granula. Sementara itu, eukariotik memiliki struktur internal sel yang lebih kompleks. Protoplasma pada sel prokariotik banyak mengandung membran-membran terikat yang kompartemen seperti nukleus, mitokondria, lisosom, badan golgi, ER, dan ribosom. Membran-membran terikat tersebut biasa disebut sebagai organel subseluler(Chauhan,2008).
Fraksionasi sel merupakan materi pembelajaran tentang komponen dari subseluler yang dapat ditemukan pada saat proses pemurnian komponen tertentu dalam jumlah banyak. Hal yang berhubungan dengan fraksionasi sel adalah mengisolasi dan memurnikan komponen untuk kepentingan analisis keberlanjutan pada komponen subseluler yang kompleks seperti ribosom, proteasom, atau spliceosom. Selain itu, fraksionasi sel juga dapat digunakan untuk mengukur aktivitas metabolisme dari organel seperti mitokondria atau peroksisom. Contoh dari fraksionasi sel adalah perlakuan isolasi dan pemurnian pada potongan-potongan membran plasma atau membran mitokondria bagian luar, sebagai fraksi subseluler yang dapat mencerminkan structural dan fungsional pada asosiasi antara ER, mitokondria, dan membran plasma(Koziel dkk., 2009).
Teknik fraksionasi sel merupakan teknik membandingkan antara dua hal yaitu kerusakan sel dan pemisahan dari organel subseluler dan partikel yang berbeda. Fraksionasi sel termasuk dalam pemisahan sel-sel atau jaringan ke dalam beberapa fraksi yang terpisah dimana fraks-fraksi tersebut mampu untuk mempermudah pengamatan lebih lanjut secara terpisah atau spesifik. Fraksionasi sel dapat dilakukan secara bertahap dengan tahapan-tahapan sebagai berikut (Wang dkk., 2013):
1. Memisahkan sel-sel atau jaringan yang dijadikan bahan dalam sebuah media homogenisasi.
2. Menghancurkan dinding sel(apabila ada) dan membran plasma agar isi atau kandungan dalam sel keluar.
3. Memisahkan isi-isi dari sel tersebut atau homogenat ke dalam fraksi individu tersendiri.
Tahapan yang pertama sekaligus kedua adalah memisahkan sel-sel atau jaringan yang dijadikan bahan dalam sebuah media homogenisasi berfungsi untuk mempertahankan struktur dan aktivitas dari pelepasan fraksi sel. Homogenisasi sel memecah membran plasma agar sel dapat melepaskan molekul dan organel yang dikandungnya ke dalam media homogenisasi(Wang dkk., 2013).
Tahapan yang terakhir adalah pemisahan homogenat menjadi fraksi subseluler. Tahapan ini seringkali dilakukan dengan cara sentrifugasi. Sentrifugasi berarti pemisahan dari campura tertentu dengan cara memberikan gaya sentrifugasi(Wang dkk., 2013).
1.1 Tujuan
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Praktikan dapat memisahkan komponen seluler tumbuhan berdasarkan ukurannya dengan sentrifugasi.
2. Praktikan dapat menganalisa keberadaan mitokondria menggunakan TTC.
2.1 Cara Kerja
2.1.1 Homogenasi
Tahapan pertama adalah homogenasi yaitu penyatuan. Bahan yang berupa biji dari kacang merah sebanyak 5 g direndam selama semalam. Perendaman ini dilakukan pada media cair yang berupa 25 ml buffer sukrosa dingin. Setelah itu, dilakukan proses homogenasi dengan cara diblender selama 2-3 menit dalam keadaan dingin. Hasil dari tahapan ini disebut sebagai homogenat (H).
2.1.2 Filtrasi
Tahapan kedua adalah proses filtasi atau penyaringan. Langkah-langkahnya dimulai dari 3-4 lembar kain kasa disiapkan dan diletakkan di atas gelas beaker, kemudian diikat dengan menggunakan karet gelang, dan gelas beaker diletakkan di dalam ice-water bath. Homogenat dari metode 2.1 dituangkan di atas kain kasa sehingga menghasilkan cairan filtrate(F) di dalam gelas beaker dan juga residu(R). Residu disimpan untuk perlakuan analisa selanjutnya.
2.1.3 Sentrifugasi
Tahapan ketiga adalah menggunakan analisa sentrifugasi. Pertama, filtrate yang telah didapatkan diaduk di dalam gelas beaker, dituangkan ke tabung sentrifus sebanyak 10ml, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 1250 rpm selama 3 menit pada suhu 4OC, namun sebelumnya dilakukan penimbangan sebesar 17 gram. Hasil dari sentrifugasi berbentuk padatan yang mengendap di dasar tabung sentrifus dan disebut pelet(P1), sedangkan yang berbentuk cairan disebut supernat(S1). Selanjutnya, S1 dituangkan ke dalam tabung sentrifus baru, sedangkan P1 disimpan untuk perlakukan analisa selanjutnya. S1 disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3300rpm selama 12 menit pada 4OC. Hasil dari perlakuan tersebut adalah P2 yang dinilai mengandung nucleus dan kloroplas. Sedangkan S2 dinilai mengandung mitokondria, ribosom, dan partikel subseluler lainnya.
2.1.4 Pengujian Aktivitas Mitokondria pada S2
Uji aktivitas mitokondria diawali dengan S2 hasil dari metode 2.3 dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan diletakkan dalam ice-bath. P2 diresuspensi dengan cara ditambahkan 3ml buffer sukrosa, dipipet perlahan agar terbentuk suspensi P2 dan kemudian diletakkan dalam ice-bath. Langkah selanjutnya adalah tiga tabung reaksi diberikan label A, B, dan C, kemudian dimasukkan 3ml bufer sukrosa ke dalam tabung A, 3ml S2 ke dalam tabung B, dan 3ml suspensi P2 ke dalam tabung C. Selanjutnya, tiap tabung ditambahkan dengan 2ml tetrazolium, kemudian ditutup dengan parafilm, selanjutnya dihomogenkan dengan cara inverting, dan diinkubasikan selama 30 menit hingga semalam ke dalam water bath 37OC. Hasil dari pengujian ini diamati dan dicatat warna yang terbentuk pada masing-masing tabung pada lembar pengamatan seperti berikut:
|
A
|
B
|
C
|
Bufer Sukrosa
TTC 1%
S2
Suspensi P2
Total
Hasil
|
3ml
2ml
-
-
5ml
…
|
-
2ml
3ml
-
5ml
…
|
-
2ml
-
3ml
5ml
…
|
2.2.5 Pengamatan Komponen Sel Hasil Fraksinasi Menggunakan Mikroskop
Uji yang terakhir merupakan pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Pertama adalah dilakukan pengambilan R1 sedikit dengan menggunakan tusuk gigi, kemudian diletakkan di atas gelas obyek, ditetesi dengan air, diaduk dengan tusuk gigi dan ditutup dengan gelas penutup. Spesimen diamati dengan perbesaran 10x dan 400x. Selanjutnya, IKI diteteskan sebanyak satu tetes pada ujung gelas penutup dan dibiarkan hingga IKI mewarnai fragmen pada R1 sampai terbentuk warna biru gelap dan diamati lagi dengan perbesaran 10x dan 400x. Selanjutnya dilakukan perulangan metode yang telah dilakukan dimulai dari pengambilan specimen menggunakan tusuk gigi pada suspensi P1 dan P2, namun dilakukan penambahan IKI secara langsung pada specimen sebelum ditutup dengan gelas penutup.
DAFTAR PUSTAKA
Chauhan, B. S. 2008. Principles of Biochemistry and Biophysics. University Science Press, New
Delhi, India.
Gupta. 2005. Cell and Molecular Biology. Rastogi Publications, New delhi, India.
Koziel, K., Labiedzinska, M., Szabadkai, G., Onopiuk, M., Brutkowski, W., Wierzbicka, K.,
Wilczynski, G., Pinton, P., Duszynski, J., Zablocki, K., dan Wieckowski, M. R. 2009.
Plasma membran associated membrans (PAM) from Jurkat cells contain STIM1 protein, Is PAM involved in the capacitative calcium entry?. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology 41, 2440-2449.
Kuswanto H. 2007. Analisis Benih. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Komentar