1.1 Latar Belakang
Suhu tubuh secara mudah dapat dikatakan sebagai bagaimanakah panas tubuh itu. Suhu tubuh merupakan panas tubuh yang dapat mengalami perubahan akibat faktor-faktor tertentu. Perhitungan suhu tubuh dapat dilakukan dengan mengukur perbedaan antara panas yang dihasilkan oleh tubuh seseorang dan panas yang hilang atau dilepaskan oleh tubuh seseorang(Carter dan Lewsen, 2005).
Tubuh manusia menghasilkan panas yang normal dari proses metabolisme. Metabolisme dapat diartikan sebagai kata untuk mendeskripsikan perubahan fisika dan kimia yang terjadi ketika sel dalam tubuh merubah makanan yang dimakan menjadi energi(Carter dan Lewsen, 2005). Praktikum ini penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui proses dari termoregulasi tubuh manusia atau yang berkaitan dengan suhu tubuh dan segala faktor yang dapat mempengaruhi keadaanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, dapat dibuat beberapa rumusan masalah seperti sebagai berikut:
1. Apa itu termoregulasi?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi suhu tubuh?
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui arti termoregulasi.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh.
1.4 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah, mampu melakukan pengukuran suhu tubuh sehingga dapat menentukan suatu suhu tubuh tersebut termasuk dalam kategori normal atau bukan. Mampu membuat tindakan preventif atau pencegahan terjadinya gangguan dalam suhu tubuh dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Manfaat yang ketiga adalah mampu melakukan penyembuhan untuk menormalkan kembali suhu tubuh yang mengalami abnormalitas atau gangguan seperti demam.
2.1 Suhu Tubuh
Suhu tubuh kebanyakan diproduksi pada saat proses metabolisme. Selain itu, panas suhu tubuh juga dapat dihasilkan pada saat pergerakan otot dimana hal tersebut membuat manusia merasakan tubuhnya panas setelah berolahraga. Panas keluar secara normal melalui kulit, melalui urin dan feses, melalui pernafasan, dan peningkatan panas pada suhu tubuh memberikan efek berkeringat(Carter dan Lewsen, 2005).
Suhu tubuh diregulasikan oleh pengendali pusat yang terletak di otak. Suhu tubuh dipengaruhi oleh dua hal yaitu lapisan perifer yang terdiri dari kulit, jaringan subkutan, otot, dan ekstremitas, serta inti bagian dalam yang terdiri dari isi dada, abdomen, dan tengkorak. Suhu tubuh pada lapisan perifer dapat bervariasi, tetapi suhu inti bagian dalam harus dipertahankan agar tetap konstan(Isnaeni, 2006).
Manusia mempertahankan keseimbangan suhu pada lapisan perifer walaupun terdapat variasi luas pada suhu lingkungannya dengan menstabilkan peningkatan panas dan kehilangan panas. Panas dapat ditingkatkan dengan cara dihasilkan dalam tubuh dan diambil dari lingkungan. Panas yang diambil dari lingkungan dapat dilakukan dengan radiasi langsung dari matahari, radiasi yang direfleksikan dari langit, makanan/ minuman panas, mandi air panas, udara pada iklim panas, dan tanah yang panas yang bersentuhan dengan tubuh(Carter dan Lewsen, 2005).
Kehilangan panas dapat terjadi akibat empat macam faktor yaitu dari kulit, panas bisa hilang dengan cara konduksi, radiasi, dan konveksi, serta evaporasi melalui perspirasi dan penguapan keringat. Perubahan tersebut dikendalikan oleh variasi jumlah darah yang melewati kulit. Hal tersebut berhubungan dengan perubahan ukuran pembuluh darah yang dekat dengan permukaan kulit(Carter dan Lewsen, 2005).
Konduksi merupakan proses kehilangan panas dengan cara langsung dari benda satu ke benda yang lain lebih dingin. Radiasi merupakan proses kehilangan panas dengan cara terjadi penyebaran panas dari kulit ke udara yang lebih dingin. Konveksi merupakan proses kehilangan panas dengan cara bervariasi dengan aliran udara melalui kulit, misal pada saat digerakkan oleh angin tau kipas angin. Evaporasi atau kehilangan suhu karena evaporasi terjadi dengan meningkatkan uap lembab akibat cuaca panas(Gupta, 2014).
2.1 Regulasi Suhu
Suhu normal pada manusia yang selalu dipertahankan agar tetap konstan berkisar antara 36-37,5OC. Namun, pada wanita, terdapat variasi suhu tubuh bulanan yang terjadi selama pertengahan awal siklus menstruasi lebih rendah daripada selama pertengahan kedua. Pada saat proses ovulasi di rahim wanita, terdapat peningkatan suhu tubuh sekitar 0,5OC(Carter dan Lewsen, 2005).
Suhu diregulasi oleh sistem saraf dan oleh sistem endokrin. Pada sistem saraf, proses pendinginan dan pemanasan kulit merangsang ujung saraf yang sensitif terhadap suhu dengan menghasilkan respons yang sesuai yaitu menggigil pada saat dingin, dan berkeringat pada saat panas. Selain itu, hipotalamus dalam otak dapat merespons terhadap suhu darah yang lewat di dalam kapiler darah, dimana hipotalamus ini terdiri dari dua pusat untuk pengaturan panas dan yang lain untuk merespons terhadap peningkatan suhu(Isnaeni, 2006).
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Faktor pertama yang dapat mempengaruhi perubahan suhu tubuh adalah akibat emosi yang tegang atau stress atau kelelahan, dan suhu lingkungan, atau juga waktu dalam sehari. Sebagai contoh untuk faktor waktu dalam sehari adalah, suhu tubuh lebih rendah di pagi hari. Stres menyebabkan pelepasan hormon yang meningkatkan metabolisme dan detak jantung sehingga memaksa tubuh untuk memberikan respon yang disebut fight or flight yang mampu membuat suhu tubuh meningkat(Isnaeni, 2006).
Faktor umur dan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi suhu tubuh. Manusia yang sangat muda dan manusia yang sangat tua lebih sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan. Bayi memiliki pengendali pusat yang belum sempurna sehingga lebih mudah melepaskan panas melalui kulitnya, namun pada orang tua, panas tidak dapat dengan mudah dilepaskan melalui kulitnya karena perubahan elastisitas ototnya yang sudah menua(Isnaeni, 2006).
2.3 Mengukur Suhu Tubuh
Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan pengukuran antara lain adalah bagian mulut, rectum, ketiak, telinga, dan dahi. Mengukur suhu tubuh membutuhkan kesabaran karena berlangsung dalam beberapa waktu. Suhu tubuh dapat diukur dengan menggunakan satuan Fahrenheit(OF), celcius (OC), dengan menggunakan termometer(Carpenito-Moyet, 2006).
2.4 Ketidakseimbangan Suhu Tubuh
Ketidakseimbangan suhu tubuh terjadi akibat kegagalan tubuh untuk menpertahankan suhu tubuhnya agar tetap normal. Ketidakseimbangan suhu tubuh ini dapat mengakibatkan tubuh mengalami hyperthermia dan hypothermia. Hyperthermia adalah ketidakseimbangan akibat tubuh memberikan respons terhadap lingkungan yang panas dengan cara melepaskan panas melalui meningkatkan produksi keringat dan dilatasi dari pembuluh darah peripheral(Carpenito-Moyet, 2006).
Demam merupakan sebagian besar dari tanda terjadinya hyperthermia dimana dimulainya infeksi, inflamasi, dan penyakit. Obat untuk meringankan demam adalah aspirin. Hyperthermia menyebabkan peningkatan metabolisme sehingga menghasilkan panas yang juga ikut meningkat, darah menjadi fluida pendingin tubuh, dimana darah memiliki volum yang rendah akibat dehidrasi yang mempengaruhi demam(Carpenito-Moyet, 2006).
Hypothermia merupakan ketidakseimbangan suhu tubuh akibat tubuh memberikan respons pada lingkungan yang dingin dengan sebuah mekanisme yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pelepasan panas dan peningkatan panas. Hypothermia memiliki ciri-ciri suhu tubuh kurang dari 35OC. Hypothermia mereduksi tekanan darah dan menyebabkan shock, vasodilasi meningkatkan pelepasan panas dan mempengaruhi hypothermia(Howes dkk., 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda J. 2006. Nursing Diagnosis. Lippincott
Williams & Wilkins: Philadelphia
Carter, Pamela J., dan Lewsen, Susan. 2005. Lippincott’s
Textbook for Nursing Assistants. Lippincott Williams &
Wilkins: Philadelphia
pada tanggal 20 Oktober 2014
pada tanggal 20 Oktober 2014
Howes, D., Green, R., Gray, S., Stenstrom, R., dan Easton, D.
2006. Evidence for the Use of Hypothermia after Cardiac
arrest. CJEM. 8(2):109-115.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius: Yogyakarta.
Komentar