1.1 Latar
Belakang
Indera perasa merupakan indera yang
berhubungan dengan rasa yang dihasilkan dari makanan dalam mulut. Rasa yang dapat
dikenali oleh indera perasa, jumlahnya tidak terbatas. Indera perasa secara
umum terbagi menjadi empat bagian untuk bisa mengenali rasa yaitu rasa manis,
rasa asam, rasa pahit, dan rasa asin. Indera perasa yang dimiliki oleh manusia
sebagian besar tersebar di seluruh lidah(Sobotta, 2007).
Indera pembau merupakan indera yang
berhubungan dengan bau. Indera pembau memiliki banyak reseptor bau-bau yang spesifik
yang dapat diingat. Indera pembau pada manusia berupa hidung. Masing-masing
baik indera perasa maupun indera pembau memiliki reseptor yang bekerja spesifik
untuk mengenali dan mengingat bau dan rasa tertentu(Sootta, 2007). Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari detail dari reseptor-reseptor yang
ada di dalam indera pembau dan indera perasa.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
disebutkan di atas, dapat dibuat beberapa rumusan masalah seperti berikut:
1.
Dimanakah
letak/lokasi dari indera perasa pada manusia?
2.
Bagaimanakah
variasi dari waktu sensasi pada lidah?
3.
Bagaimanakah
kepekaan dari reseptor pembau pada probandus yang berbeda?
4.
Bagaimanakah
pengaruh indera pembau terhadap kesan perasaan?
1.3 Tujuan
Praktikum
Berdasarkan rumusan masalah yang ada,
diharapkan dapat mencapai tujuan sebagai berikut:
1.
Praktikan
dapat mengetahui letak/lokasi dari indera perasa pada manusia.
2.
Praktikan
dapat mengetahui variasi dari waktu sensasi pada lidah.
3.
Praktikan
dapat mengetahui kepekaan dari reseptor pembau pada probandus yang berbeda.
4.
Praktikan
dapat mengetahui pengaruh indera pembau terhadap kesan perasaan.
1.4 Manfaat
Praktikum
Praktikum tentang indera perasa dan
indera pembau ini diharapkan dapat bermanfaat. Manfaat yang pertama adalah
untuk menambah pemahaman tentang indera perasa dan indera pembau yang telah
diberikan secara teoritis. Kemudian yang kedua adalah dapat mengetahui
interaksi reseptor dan mekanisme kerjanya sehingga dapat digunakan untuk keperluan
keberlanjutan seperti pengobatan dan sebagainya.
2.1 Indera Perasa
Indera perasa
merupakan indera yang baik struktur maupun mekanisme kerjanya lebih sederhana
bila dibandingkan dengan indera pembau. Reseptor-reseptor pada indera perasa
berupa kuncup perasa yang ditemukan terutama di sekitar tepi permukaan atas
lidah. Kuncup perasa terdiri atas tonjolan-tonjolan kecil yang biasa disebut
dengan papila. Papilla tersebut yang menjadikan permukaan lidah terasa kasar, pada
umumnya papilla pada lidah terdapat tiga macam jenis yang strukturnya cenderung
sama. Lidah sebagai indera perasa rasa berperan penting dalam kehidupan, fungsi
lidah tergantung pada pucuk perasa dan sensitivitasnya dapat dipengaruhi
oleh banyak hal, salah satunya adalah aktivitas merokok(Primasari dan Yong,
2012).
Fungsi dari kuncup perasa adalah untuk berinteraksi dengan reseptor pada
rambut perasa. Interaksi ini akan menstimulasi dendrite sensorik yang berpilin
di sekitar sel-sel sensorik dan mengakibatkan impuls saraf. Impuls saraf ini
kemudian ditransmisi melalui jalur perasa menuju insula korteks serebelar (Alcamo, 2003)
Indera perasa dimediasi oleh nervus fasialis, glosofaringeal, dan vagus Sistem gustatorius terdiri atas
sedikitnya lima reseptor. Kuncup perasa terletak dalam papila foliata di sepanjang
margo lateralis lingua, dalam papilla fungiformis di seluruh dorsum lingua,
dalam papilla sirkumvalata pada bagian sambungan antara dorsum dan basis
lingua, dan di dalam palatum, epiglottis, laring, serta esophagus. Cabang korda
timpani dari nervus fasialis menerima impuls perasaan dari bagian dua per tiga
anterior lidah. Bagian sepertiga posterior lidah diinervasi oleh cabang
lingualis nervus glosofaringeal. Serabut aferen dari palatum berjalan bersama
nervus petrosus superfisialis mayor ke dalam ganglion genaikulatum dan dari
sana lewat nervus fasialis ke dalam batang otak. Cabang internal nervus
laringeus superior yang berasal dari nervus vagus yang mengandung serabut saraf
aferen perasa dari laring yang mencakup daerah epligotis dan esophagus(Alcamo,
2003).
2.2 Indera Pembau
Perbedaan yang saling
berhubungan antara indera pembau dengan indera perasa adalah bahwa indera pembau
hanya mampu mendeteksi molekul-molekul gas yang mengapung di udara. Sedangkan
indera perasa hanya mampu mendeteksi molekul-molekul yang terlarut dalam air,
baik dalam cairan makanan sendiri maupun saliva. Indera pembau dapat berfungsi
untuk menentukan aroma dan citarasa makanan serta minuman. Indera pembau pada
manusia berupa hidung yang bekerja bersama dengan sistem trigeminus sebagai
alat pantauan yang memantau zat kimia yang dihirup, termasuk substansi
berbahaya(Clark, 2005).
Indera
pembau termasuk salah satu dari beberapa sistem kemosensorik. Bau yang diterima oleh hidung akan memberikan
rangsangan terhadap saraf nervus olfaktorius melalui bulbus olfaktorius.
Kemudian, rangsangan akan diteruskan melalui traktus olfaktorius dengan perantara
penghubung hingga berakhir di daerah pusat olfaktorius pada lobus temporalis
otak, dimana rangsangan tersebut diterjemahkan(Snell, 2008).
4.2.5
Kelainan Indera Perasa
Kelainan
indera perasa atau lidah dapat disebabkan oleh kelainan perkembangan. Kelainan
lidah menurut Nirwanda (2010) antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Fissured Tongue
Kelainan lidah yang ditandai dengan
terbentuk lekukan-lekukan pada permukaan dorsal lidah dan tidak menunjukkan
papilla-papila lidah yang normal. Penyakit lidah jenis ini diduga disebabkan
oleh genetika atau keturunan dan akan bertambah parah seiring bertambah usia,
jumlah, lebar, dan kedalaman fisur. Kelainan lidah jenis ini dapat dilihat pada
gambar 5.
1.
Hairy Tongue
Kelainan lidah dimana terjadi pemanjangan
secara abnormal dari papilla-papila filiformis yang membuat dorsum lidah tampak
seperti berambut. Kelainan jenis ini lebih sering terjadi pada pria yang
berusia di atas 30 tahun terutama pada perokok berat. Gambar dari kelainan
jenis ini dapat dilihat pada gambar 6.
1.
Bald Tongue
Kelainan lidah dimana tidak terdapat
papilla filiformis pada lidah yang mengakibatkan lidah menjadi licin dan
berwarna kemerahan. Kelainan ini menyebabkan sensasi terbakar pada lidah.
Kelainan jenis ini dapat dilihat pada gambar 7.
1. Geographic
Tongue
Kelainan pada permukaan lidah dimana
warnanya menjadi kemerahan, tidak berpapila dengan penipisan epitel dorsal
lidah. Biasanya dikelilingi zona sempit dari papilla yang beregenerasi.
Kelainan ini dapat disebabkan akibat terjadinya iritasi pada lidah(Gambar 8.)
1. Coated
Tongue
Kelainan ini dikenal sebagai kelainan
lidah berselaput. Lidah berselaput yang menutupi bagian dorsum lidah dengan
warna putih atau warna lain. Selaput ini terdiri dari papilla filiformis yang
memangjang(Gambar 9.).
4.2.6
Kelainan Indera Pembau
Kelainan
pada hidung menurut Swartz(2014) adalah sebagai berikut:
1.
Abnormalitas
Septum
Abnormalitas
septum merupakan kondisi dimana ada pergeseran septum yang normalnya terletak
lurus di tengah. Fungsi dari septum adalah sebagai sekat antara dua lubang
hidung. Abnormalitas septum dapat menyebabkan penyempitan pada salah satu sisi
hidung.
2.
Polip
Hidung
Polip
hidung biasanya menyerang anak-anak yang sedang menderita sinusitis kronis.
Tumbuhnya polip biasanya terletak pada bagian-bagian yang sempit di bagian atas
rongga hidung. Tepatnya dibagian lateral konka media, dan sekitar muara sinus
amksila dan sinus etmoid.
3.
Hipertrofi
Konka
Hipertrofi
konka biasanya disebabkan oleh alergi rhinitis. Namun, kelainan ini juga ada
hubungannya dengan abnormalitas septum. Kelainan ini ditunjukkan dengan adanya
pembengkakan pada bagian konka hidung.
4.
Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit pada
hidung yang disebabkan oleh adanya peradangan pada rongga hidung. Sinusitis dapat
menyerang bagian-bagian sinus antara lain yaitu sinus maksilaris, sinus
etmoidalis, sinus frontalis, dan sinus sfenoidalis. Sinusitis biasanya
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.
5.
Rinosinusitis
Rinosinusitis
pada dasarnya sama seperti penyakit sinusitis. Rinosinusitis juga merupakan
peradangan pada mukosa sinus pranasal. Namun, pada rinosinusitis, peradangan
yang dimaksudkan dalam sinusitis juga disertai atau dipicu oleh rhinitis
sehingga disebut rinosinusitis.
DAFTAR
PUSTAKA
Alcamo,
I.E.2003. Anatomy Coloring Workbook. The Princeton
Review: New York.
Clark, R. K.
2005. Anatomy and Physiology: Understanding
the Human Body. Jones & Bartlett Learning: Canada.
tanggal 15 Oktober 2014.
Snell, R. S. 2008. Clinical Anatomy by Regions. Lippincott
Williams & Wilkins: Philadelphia.
Sobotta, J. 2007. Anatomi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran:
Jakarta.
Swartz, M. H. 2014. Textbook of Physical Diagnosis. Edisi 8.
Elsevier Saunders: Philadelphia.
Primasari, A., dan
Yong, B. C. 2012. Taste Sensitivity
Measurement Sweetness and Saltness in Smoking
Habit Student.
Dentika Dental Journal. 17(30):
30-33.
Komentar