Langsung ke konten utama

BIODIVERSITAS SEBAGAI BIO-INDIKATOR SUATU EKOSISTEM

            Perbuatan manusia dengan berlandaskan pembangunan dan perkembangan dalam sistem kehidupan memberikan dampak langsung terhadap ekosistem alami di seluruh dunia. Dampak perbuatan manusia tersebut akhirnya terakumulasi dan menyebabkan terjadnya pemanasan global dan perubahan iklim. Udara, air dan tanah yang merupakan sumber utama kehidupan di ekosistem alam menjadi tercemar. Hutan alami yang dapat menjadi penolong manusia dari pemanasan global pun telah menderita akibat adanya penebangan hutan maupun pembakaran hutan dengan tujuan deforestasi. Tingginya tingkat industri yang diolah oleh manusia menyumbangkan polutan dalam jumlah besar terhadap lingkungan hidup organisme lainnya apabila polutan tersebut sudah melebihi ambang batas maksimal. Polutan yang dimaksud umumnya berasal dari bahan-bahan kimiawi atau bahan sintetik lainnya. Polutan tersebut sangat toksik bagi kehidupan seingga dapat menyebabkan perubahan struktur DNA dan kromosom pada organisme yang menyebabkan adanya modifikasi berujung pada evolusi yang menghasilkan spesies baru, dimana memiliki sifat resisten maupun toleran terhadap adanya polutan tersebut (Kripa dkk., 2013).
            Bioindikator merupakan organisme atau suatu spesies yang keberadaannya dapat mencerminkan status dari abiotik ataupun biotik pada lingkungan hidupnya, sehingga dapat diketahui adanya perubahan sifat lingkungan terutama akibat adanya polutan tertentu (Kripa dkk., 2013). Sementara itu, biomonitoring adalah alat berupa makhluk hidup yang dapat digunakan untuk memantau kualitas dari suatu lingkungan tertentu (Archna dkk., 2015). Kualitas lingkungan yang dimaksud salah satu contohnya adalah lingkungan perairan. Bentos merupakan salah satu bioindikator terbaik untuk memantau kualitas dari lingkungan perairan dengan mengetahui keberadaan suatu jenis bentos maupun ketiadaannya, sehingga diversitas bentos dapat memberikan gambaran tentang status pencemaran di suatu perairan tersebut (Archna dkk., 2015).
            Komunitas Makroinvertebrata perairan dapat mengalami perubahan terkait dengan diversitasnya sebagai respons terhadap perubahan dari faktor fisiko-kimiawi pada habitatnya. Struktur biotik dan kualitas perairan dari sungai merefleksikan adanya sebuah integrasi dari faktor fisik, kimia dan proses arthropogenik. Kekayaan diversitas dari makroinvertebrata sangat bergantung pada faktor fisiko-kimiawi pada habitatnya, sehingga dapat digunakan sebagai barometer biodiversitas secara menyeluruh dalam suatu ekosistem perairan (Sharma dan Chowdhary, 2011).
            Bentos termasuk dalam makroinvertebrata perairan yang memiliki waktu hidup yang panjang dan merupakan komunitas yang sensitif terhadap adanya perubahan sifat fisiko-kimiawi yang terjadi pada lingkungan hidupnya, sehingga umumnya digunakan sebagai bioindikator adanya polusi dalam perairan (Archna dkk., 2015). Secara alami, diversitas dan densitas dari komunitas makroinvertebrata perairan tersebut juga akan berfluktuasi atau berubah-ubah dipengaruhi oleh perubahan musim yang terjadi. Penelitian yang menggunakan biodiversitas dari makroinvertebrata terutama komunitas bentos menjadi kajian yang sangat penting untuk mengetahui polusi yang terjadi pada lingkungan perairan. Penelitian terkait hal tersebut dapat digunakan untuk memberi peringatan pada manusia khususnya penduduk lokal yang selalu mencemari lingkungan perairannya dengan polutan-polutan toksik yang dapat terakumulasi dan pada akhirnya dapat menjadi toksik bagi kehidupan, termasuk di dalamnya adalah kehidupan manusia itu sendiri (Sharma dan Chowdhary, 2011).
            Makroinvertebrata perairan menjadi hal yang paling penting karena berhubungan langsung dengan ekosistem suatu perairan. Selain itu, makroivertebrata perairan juga memiliki kepekaan yang tinggi terhadap adanya efek negatif akibat polusi di dalam struktur komunitasnya. Hal yang paling penting lainnya adalah, invertebrata perairan memiliki kemampuan untuk membersihkan lingkungan perairan terutama sungai karena dapat memanfaatkan zat organik yang mencemari lingkungan perairan tersebut (Sharma dan Chowdhary, 2011).
            Kualitas suatu lingkungan perairan dapat dilihat hanya dengan cara mengetahui diversitas makroinvertebrata yang hidup pada perairan tersebut. Adanya kelompok Ephemeroptera (mayfly) termasuk di dalamnya adalah spesies Baetis sp. merupakan organisme yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap adanya peningkatan zat organik. Hasil penelitian yang dilakukan di Sungai Ksphira, didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan bentos makroinvertebrata sebagai indikator dengan membandingkan perbedaan musim, pada musim dingin status pencemaran sangat tinggi dan pada musim panas status pencemaran perairan semakin parah. Hal tersebut terjadi akibat Sungai Ksphira merupakan sungai yang bukan bersifat perennial, dimana pada musim panas akan berhubungan langsung dengan suatu danau yang keruh yang kaya akan polutan organik. Sementara pada musim dingin, polutan yang tinggi diimbangi dengan peningkatan nutrisi yang membantu pertumbuhan bentos (Archna dk., 2015).
            Makroinvertebrata kelompok dari nimfa Odonata memiliki kecenderungan untuk hidup pada lingkungan perairan yang segar dengan konsentrasi oksigen yang tinggi tanpa adanya polusi. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai bioindikator satu lingkungan perairan secara musiman dengan hitungan bulan sehingga dapat diketahui kapan air memiliki kandungan oksigen yang tinggi dan kapan rendahnya. Kandungan oksigen yang tinggi dapat menjadi nutrisi yang baik untuk pertumbuhan makroinvertebrata perairan (Sharma dan Chowdhary, 2011).
           

DAFTAR PUSTAKA

Archna A., Sharad S., and Pratibha A. 2015. Seasonal biological water quality assessment of       river Kshipra using benthic macroinvertebrates. International Journal of Research        Granthaalayah, Vol 3 (9): 1-7.
Kripa P. K., Prasanth K. M., Sreejesh K. K., and Thomas T. P. 2013. Aquatic         macroinvertebrates as bioindicators of stream water quality: a case study in Koratty,          Kerala, India. Research Journal of Recent Sciences, Vol 2: 217-222.

Sharma K. K., and Chowdhary S. 2011. Macroinvertebrate assemblages as biological      indicators of pollution in a Central Himalayan River, Tawi. Academic Journals, Vol 3   (5): 167-174.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKNIK PEWARNAAN MOLD DAN YEAST

1.1   Latar Belakang Mikroba terdiri dari bakteri, fungi, protozoa, dan alga. Proses identifikasi untuk jenis-jenis mikroba tersebut cenderung berbeda karena struktur penyusun selnya juga berbeda. Fungi dibagi lagi menjadi mold (kapang) dan yeast (khamir), lichen , dan mikorhiza (Campbell dkk., 2003 ). Mold adalah fungi yang bersifat multisesluler dan memiliki kemampuan tumbuh dengan cepat dan bereproduksi cenderung secara aseksual. Perbedaan mold dan yeast adalah jumlah selnya, dimana sel yeast masih termasuk uniseluler sehingga strukturnya lebih sederhana dibandingkan dengan mold . Yeast di alam dapat ditemukan di tempat yang cair dan lembab seperti getah pohon dan jaringan hewan (Campbell dkk., 2003). Identifikasi mold untuk proses klasifikasi dapat dilakukan dengan cara melihat ciri-ciri morfologis struktur dari spora baik aseksual maupun seksualnya, sementara yeast dapat dilakukan dengan cara melihat ciri fisiologis dan adanya reaksi-reaksi biokimia di dalam sel...

Biologi Sel: Fraksinasi dan Analisa Komponen Seluler

1.1      Dasar Teori Sel meru pakan struktur dasar dari makhluk hidup yang paling kecil tetapi sudah kompleks dan fungsional. Tubuh dari makhluk hidup kecuali virus, memiliki organisasi sel yang terdiri dari banyak sel. Makhluk hidup yang hanya memiliki satu sel disebut sebagai uniseluler, contohnya adalah bakteri. Sementara itu, makhluk hidup yang memiliki banyak sel disebut sebagai makhluk hidup multiseluler(Chauhan,2008). Ti pe dari sel menjadi dasar pembagian sel secara prokariotik dan eukariotik. Prokariotik merupakan sel yang sangat primitif dan memiliki struktur internal yang sederhana. Hal tersebut dikarenakan sel prokariotik yang tidak dilengkapi dengan nukleus atau membran terikat lainnya, struktur internal sel prokariotik hanya terdiri atas dinding sel, membran plasma, sitosol, ruang kosong, ER, ribosom, dan penyimpanan granula. Sementara itu, eukariotik memiliki struktur internal sel yang lebih kompleks. Protoplasma pada sel prokariotik banyak meng...

IDENTIFIKASI BAKTERI MENGGUNAKAN UJI BIOKIMIA

1.1   Latar Belakang       Bakteri merupakan makhluk hidup, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa bakteri dapat bermetabolisme. Metabolisme yang dilakukan oleh bakteri dimaksudkan untuk menunjang kebutuhan hidup bakteri dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Metabolisme pada bakteri sama dengan metabolisme pada makhluk hidup tingkat tinggi yang terdiri dari proses anabolisme dan katabolisme (Campbell dkk., 2002).       Metabolisme pada bakteri dapat dilakukan dengan bantuan enzim – enzim tertentu yang diekskresikan oleh suatu jenis bakteri. Namun, tidak semua bakteri dapat melakukan produksi enzim yang jenisnya sama. Hal tersebut terjadi akibat perbedaan habitat beberapa jenis bakteri sehingga otomatis jenis enzim yang dibutuhkan untuk membantu proses metabolismenyapun berbeda bergantung habitat dan fungsinya (Campbell dkk., 2002).       Perbedaan jenis enzim yang diproduksi oleh...